PENDAHULUAN
Implementasi Supply Chain Management (SCM)
merupakan salah satu bagian penting untuk memperbaiki kemampuan kompetisi
organisasi bisnis. SCM menjadi suatu strategi kompetitif untuk menjembatani
pemasok dengan pemakai (Gunasekaran, editorial EJOR 159, 2004).
Perkembangan Information Technology (IT) yang
meliputi Perangkat Keras, Perangkat Lunak, Jaringan Komputer dan Internet,
Data, Prosedur dan SDM mampu menjadi pemicu makin berperannya IT di segala
bidang termasuk dalam SCM (Turban et. al, John Wiley & Sons, Inc.
2004).
Enterprice Resource Planning (ERP),
Inter Organizations Information System (IOIS), Electronic Data
Interchange (EDI), Virtual Enterprice (VE), E-Commerce,
Intellegence Agent (IA) merupakan beberapa contoh implementasi IT
dalam SCM.
Paper ini berusaha menunjukkan beberapa contoh
definisi dan perkembangan SCM, beberapa contoh perkembangan peranan IT dalam
SCM yang diambil dari literatur yang telah ada baik itu dari buku teks, paper
dan jurnal-jurnal nasional maupun internasional. Lebih lanjut juga akan
diformulasikan pengelompokan peranan IT dalam SCM baik dari segi IT Planning,
Knowledge and IT Management, IT Aplication, IT Implementation,
IT Infrastructure (Gunasekaran, Ngai, EJOR 159, 2004).
Definisi
dan Perkembangan SCM
Menurut Simchi-Levi et. al (2000), Supply
Chain (SC) adalah suatu jaringan dari organisasi-organisasi independen dan
saling terhubung yang bekerjasama secara kooperatif dan saling menguntungkan
dalam mengontrol, mengatur dan memperbaiki aliran material dan informasi dari
pemasok sampai pemakai. Sedangkan Supply Chain Management (SCM) merupakan
sekumpulan metode dan pendekatan guna meningkatkan integritas dan efisiensi
antara pemasok, manufaktur, gudang dan toko sehingga barang dagangan dapat
diproduksi dan didistribusikan dengan akurat baik dari sisi jumlah, lokasi
maupun waktunya (ibid).
Dalam Buku ‘Information Technology for
Management’, Turban et. al, (2004) mendefinisikan SC sebagai
aliran material, informasi, pembayaran dan pelayanan dari mulai pasokan bahan
baku, melalui pabrik dan gudang sampai ke pamakai akhir. SC meliputi organisasi
dan proses menciptakan maupun mengirimkan produk, informasi dan servis kepada
pemakai. SC juga meliputi beberapa kegiatan seperti pembelian, alur pembayaran,
pengelolaan material, perencanaan dan kontrol produksi, kontrol logistik dan
pergudangan, inventori, distribusi dan pengiriman (ibid).
Lambert (1998) menyatakan bahwa SCM merupakan
integrasi atas proses-proses bisnis dari pengguna akhir melalui pemasok awal
yang menyediakan produk, jasa, dan informasi yang memberikan nilai tambah bagi
pelanggan.
Menurut Simchi-Levi (2002), SCM adalah suatu
kumpulan pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan secara efisien antara
pemasok,
perusahaan
manufaktur, pergudangan, dan toko, sehingga barang diproduksi dan
didistribusikan pada kuantitas, lokasi, dan waktu yang benar, untuk
meminimumkan biaya-biaya pada kondisi yang memuaskan kebutuhan tingkat
pelayanan.
Menurut Handfield (1999), SCM merupakan integrasi
atas kegiatan-kegiatan dalam suatu rantai pasok dengan hubungan yang
diperbaiki, untuk mencapai suatu keunggulan bersaing yang
berkelanjutan.
Chopra &
Meindl (2001) berpendapat bahwa SCM mencakup manajemen atas aliran-aliran di
antara tingkatan dalam suatu rantai pasok untuk memaksimumkan keuntungan total.
Sejak mulai tahun 60-an sampai sekarang ini SCM
selalu mengalami evolusi dan perbaikan seiring perkembangan IT, mulai dari
proses internal melalui MRP sampai dengan inter organisasional dan enterprise
melaui IOIS dan EIS.
Menurut Ross, F.D (2003), awal perkembangan konsep
SCM didasarkan pada dua fakta yaitu bahwa pada tahun 1960-an pabrikan dituntut
untuk menurunkan biaya produksi dan perkembangan teknologi informasi khususnya
internet yang mampu membantu merealisasikan suatu sistem terpadu sehingga
mendorong perusahaan untuk melakukan efisiensi biaya bukan saja pada lingkup
satu perusahan saja.
SCM merupakan konsep yang semakin penting pada era
perdagangan bebas dan globalisasi. Dalam era tersebut, persaingan bukan lagi
produk melawan produk atau perusahaan melawan perusahaan akan tetapi lebih
kepada rantai pasok (supply chain) melawan rantai pasok.
Menurut Lambert et. al dalam Croxton (2001),
proses-proses bisnis dalam SCM terdiri atas delapan bagian yang meliputi:
manajemen hubungan pelanggan, manajemen pelayanan pelanggan, manajemen
permintaan, pemenuhan pesanan, manajemen aliran manufaktur, manajemen hubungan
pemasok, pengembangan dan komersialisasi produk, dan manajemen pengembalian (return
management).
Ada berbagai model dalam teori SCM, diantara banyak
pendapat para peneliti, Min, H. & Zhou, G.(2002) membagi model SC menjadi 4
yaitu:
·
deterministic model: single
objective & multiple objective
·
stochastic model: optimal control
theory & dynamic control programming
·
hybrid model : inventory theoretic
& simulation
·
IT-Driven model: yang terdiri dari
warehouse management system (WMS), enterprise resource planning (ERP) dan
geographical information system (GIS).
Copra, S. & Mendle, P. (2004) membagi aktivitas
utama SC berdasarkan tingkatannya dari supplier sampai customer dalam
4 (empat) siklus kegiatan, yaitu: customer order cycle, distribution/replenishment
cycle, manufacturing cycle dan procurement cycle. Masing-masing
siklus terdiri dari aktivitas-aktivitas yang mendukung fungsi pada tingkatan
SC.
TEKNOLOGI INFORMASI DALAM SCM
Ada banyak keterlibatan IT dalam SCM,
diantara lain dalam bentuk:
·
Enterprice Resource
Planning (ERP): suatu metode mengatur seluruh
proses bisnis yang ada dalam suatu perusahaan dengan suatu arsitektur perangkat
lunak yang berjalan dalam waktu nyata, baik itu menyangkut otomasi back-end
office system, front-end office system, maupun dalam hal peningkatan
efisiensi, kualitas dan produktifitas serta keuntungan (Turban et. al,
John Wiley & Sons, Inc. 2004).
·
Inter Organizations Information
System (IOIS): suatu sistem yang bekerja untuk mengumpulkan, memproses,
menyimpan, menganalisa dan menyebarluaskan informasi yang berada dalam dua atau
lebih organisasi guna meningkatkan efisiensi proses transaksi bisnis seperti
pemesanan, penagihan, pembayaran maupun lainnya (ibid).
·
Electronic Data
Interchange (EDI): segala hal yang
berkaitan dengan standar perpindahan data yang berhubungan dengan transaksi
bisnis antara komputer (Walton and Marucheck, 1997).
·
Virtual Enterprice (VE): suatu jaringan dari beberapa perusahaan yang independen,
sangat mungkin dahulunya sesama kompetitor, bersama-sama dan bekerjasama dalam
mempercepat peningkatan keuntungan dan meraih kesempatan dengan menggunakan
information and communication technology (ICT) (Gunasekaran, Ngai, EJOR 159,
2004).
·
E-Commerce: seluruh aktifitas yang berhubungan dengan proses pembelian,
penjualan, pengiriman maupun pertukaran produk, servis maupun informasi melalui
bantuan jaringan komputer, termasuk juga internet (Turban et. al, John
Wiley & Sons, Inc. 2004).
PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM SCM
Chopra & Meindl (2001) menyatakan
bahwa dalam SCM terdapat empat penggerak (driver), yaitu persediaan,
transportasi, fasilitas, dan informasi. Dari keempat penggerak tersebut,
informasi merupakan penggerak utama. Informasi sangat mempengaruhi ketiga
penggerak lainnya.
Peranan informasi dalam SCM dipengaruhi oleh
teknologi informasi yang digunakan. Teknologi informasi ini mempunyai peranan
penting dalam dalam mendukung kinerja SCM. Peranan Teknologi Informasi pada
masing-masing proses bisnis dalam SCM tersebut adalah sebagai berikut:
§
Peranan dalam Manajemen
Hubungan Pelanggan
Dalam SCM, proses manajemen hubungan pelanggan (customer
relationship management/ CRM) bertujuan untuk menyediakan struktur dalam mengembangkan
dan memelihara hubungan dengan pelanggan. Berbagai teknologi informasi
digunakan dalam implementasi CRM. Sebagai contoh, aplikasi Sales Force
Automation (SFA) dapat digunakan untuk mengotomatiskan hubungan antara para
penjual dan pembeli melalui penyediaan informasi produk dan harga (Copra &
Meindl, 2001). Sistem tersebut juga memungkinkan informasi pelanggan dan produk
secara rinci dan real time.
§ Peranan dalam Manajemen Pelayanan Pelanggan
Untuk dapat
menjalankan manajemen pelayanan pelanggan (customer service management/CSM)
secara baik, teknologi informasi yang digunakan harus handal. Teknologi
informasi ini harus dapat menghimpun secara real time mengenai berbagai
informasi yang diperlukan pelanggan, seperti ketersediaan produk, waktu pengiriman,
dan status pesanan. Manajemen pelayanan pelanggan merupakan titik kunci
hubungan untuk mengadministrasikan kesepakatan produk atau jasa. Pelayanan
pelanggan menyediakan sumber tunggal untuk berbagai informasi yang dibutuhkan pelanggan.
Dengan teknologi informasi, perusahaan dapat memberikan pelayanan kepada
pelanggan dengan tingkat kepastian yang tinggi.
§
Peranan dalam Manajemen
Permintaan
Manajemen permintaan (demand management) mencakup
proses-proses yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan
pelanggan dengan kemampuan pasokan perusahaan. Sistem manajemen permintaan yang
baik menggunakan data point-of-sale dari pelanggan utama
untuk mengurangi ketidakpastian (uncertainty) dan menyediakan
aliran yang efisien sepanjang rantai pasok. Dalam manajemen permintaan
tersebut, penentuan kebijakan persediaan yang optimal memerlukan
informasi yang mencakup pola permintaan biaya penanganan persediaan,
biaya akibat kekurangan persediaan, dan biaya pemesanan. Dalam
manajemen permintaan pada level perusahaan, teknologi informasi
digunakan untuk melakukan sinkronisasi perencanaan permintaan (Croxton
et al., 2002). Sinkronisasi dilakukan antara hasil peramalan, kemampuan
manufaktur, kemampuan pasokan, dan kemampuan distribusi. Dalam
SCM, manajemen permintaan menjadi permasalahan
penting karena mencakup pengelolaan permintaan
pada suatu rangkaian perusahaan dalam rantai
pasok itu. Teknologi informasi dibutuhkan untuk
menjamin keakuratan data dan mengurangi delay
time aliran informasi. Kedua hal tersebut merupakan
faktor-faktor penting untuk mengurangi fenomena
bullwhip effect dalam rantai pasok.
§
Peranan dalam Pemenuhan Pesanan
Pemenuhan
pesanan yang efektif membutuhkan integrasi dari proses manufaktur, logistik dan
rencana pemasaran. Kunci SCM yang efektif adalah memenuhi kebutuhan pelanggan sesuai
dengan waktu. Sebagai bagian dalam sistem ERP (Enterprise Resources Planning),
modul Order Fulfillment digunakan untuk memantau siklus pemenuhan
pesanan dan merupakan catatan kemajuan perusahaan dalam memuaskan permintaan.
ERP merupakan suatu sistem teknologi informasi operasional yang digunakan untuk
mengumpulkan informasi dari semua fungsi dalam perusahaan. Sistem ERP ini
memantau material, pesanan, jadwal, persediaan barang jadi, dan informasi
lainnya yang ada di perusahaan (Chopra & Meindl, 2001). Penerapan ERP
tersebut membutuhkan ketersediaan teknologi informasi. Penggunaan teknologi
informasi ini akan dapat meningkatkan kepastian dalam pemenuhan pesanan.
§
Peranan dalam Manajemen Aliran Manufaktur
Proses-proses
manufaktur harus bersifat fleksibel dalam menanggapi perubahan pasar. Perubahan
dalam proses aliran manufaktur diperlukan untuk memperpendek waktu siklus. Hal ini
berarti akan meningkatkan responsivitas terhadap pelanggan. Dalam ERP terdapat
modul manufacturing yang mencatat aliran produk sepanjang proses manufaktur
dan mengkoordinasikan apa yang, dilakukan untuk suatu bagian pada suatu waktu. Aliran
produk tersebut harus dipantau melalui penggunaan teknologi informasi.
Pemantauan ini dilakukan untuk memberikan kepastian dalam kelancaran aliran
manufaktur.
§
Peranan dalam Manajemen Hubungan Pemasok
Manajemen
hubungan pemasok merupakan proses yang menentukan bagaimana suatu perusahaan
berinteraksi dengan para pemasoknya. Fungsi pembelian dikembangkan melalui mekanisme
komunikasi yang cepat seperti electronic data interchange (EDI)
dan jaringan internet. Interaksi dengan pemasok dapat mempengaruhi kelancaran
proses produksi yang dilakukan perusahaan manufaktur. Bagi pengecer, interaksi
dengan pemasok sangat diperlukan untuk menjamin ketersediaan produk yang akan
dijual. Untuk menjamin interaksi ini, diperlukan informasi yang memadai
mengenai pemasok. Informasi ini mencakup mengenai product line, lead
time produk, serta sales terms and conditions. Selanjutnya,
pemantauan kinerja pemasok perlu dilakukan, seperti yang dikembangkan pada
modul Supplier Management dalam ERP. Dalam hal ini, teknologi informasi
diperlukan untuk dapat menjamin kelancaran hubungan dengan pemasok.
§ Peranan
dalam Pengembangan danKomersialisasi Produk
SCM mencakup integrasi
pelanggan dan pemasok ke dalam proses pengembangan produk untuk memperpendek time
to market. Dengan memandang SCM sebagai integrasi proses bisnis dari
pemasok awal hingga pengguna akhir, setiap mata rantai harus terintegrasikan
pula dalam proses pengembangan dan komersialisasi produk. Dalam situasi
persaingan bisnis yang ketat dan tingkat perubahan teknologi yang cepat, penggunaan
teknologi informasi tidak dapat ditawar lagi. Teknologi informasi ini digunakan
oleh rantai pasok untuk mengumpulkan informasi dari mata rantai terkait dan
mengalirkannya ke mata rantai terkait lainnya. Dengan demikian time to
market produk yang dikembangkan dapat diperpendek.
§
Peranan dalam Manajemen
Pengembalian (Return Management)
Proses
manajemen pengembalian mencakup pengaturan aliran reverse product secara
efisien dan mengidentifikasi peluang-peluang untuk mengurangi pengembalian yang
tidak dikehendaki. Dalam proses ini juga tercakup pengontrolan reusable
assets, seperti kontainer. Manajemen pengembalian merupakan proses di dalam
SCM dengan kegiatan-kegiatan seperti pengembalian (return), reverse
logistic, gatekeeping, dan avoidance (Rogers et. al, 2002). Lambert
(1998) menyatakan bahwa dalam implementasi SCM, harus dilakukan mekanisme koordinasi
yang baik di antara fungsi-fungsi yang bervariasi tersebut agar proses-proses
di dalam SCM bisa dijalankan secara efektif dan efisien. Informasi sangat
penting dalam proses pengambilan keputusan pada rantai pasok. Dengan ruang
lingkup rantai pasok yang luas dan mencakup suatu rangkaian perusahaan,
kebutuhan informasi menjadi semakin penting. Salah satu kendala yang dihadapi
dalam penerapan menerapkan teknologi informasi untuk SCM adalah penyiapan infrastruktur.
Simchi-Levi (2002) menyebutkan bahwa infrastruktur teknologi informasi mencakup
empat komponen, yaitu: interface devices, komunikasi, database, dan arsitektur
sistem. Infrastruktur ini harus disiapkan, baik untuk internal perusahaan
maupun eksternal antar perusahaan dalam rantai pasok. Dalam pembuatan keputusan
rantai pasok, informasi akan berguna jika mempunyai karakteristik: akurat,
dapat diakses pada waktu yang diperlukan, dan dalam bentuk yang tepat.
Informasi yang akurat sangat penting untuk sebagai dasar analisis untuk
pengambilan keputusan. Masalah bentuk informasi tersebut terkait dengan standardisasi
informasi. Informasi dapat dalam berbagai bentuk atau format yang berbeda sesuai
dengan teknologi informasi yang digunakan perusahaan. Perbedaan bentuk atau
format ini dapat menjadi kendala untuk mengintegrasikan informasi. Jika
informasi ini tidak dapat terintegrasi maka penerapan SCM sangat sulit
dilakukan.
INFORMASI
TEKNOLOGI DALAM SCM
Tujuan SCM ialah memastikan material terus mengalir
dari sumber ke konsumen akhir. Bagian-bagian (parts) yang bergerak
didalam SCM haruslah berjalan secepat mungkin. Dan dengan tujuan mencegah
terjadinya penumpukan inventori di satu lokal, arus ini haruslah diatur
sedemikian rupa agar bagian-bagian tersebut bergerak dalam koordinasi yang
teratur. Istilah yang sering digunakan ialah synchronous. Terkadang
sangat susah untuk melihat sifat arus "akhir ke akhir" dalam SCM yang
ada. Efek negatif dari kesulitan ini termasuk penumpukan inventori dan respon
tidak keruan pada permintaan konsumen akhir. Jadi, strategi manajemen
membutuhkan peninjauan yang holistik pada hubungan suplai.
Teknologi informasi memungkinkan pembagian cepat
dari data permintaan dan penawaran. Dengan membagi informasi di seluruh SCM ke
konsumen akhir, kita bisa membuat sebuah rantai permintaan, diarahkan pada
penyediaan nilai konsumen yang lebih. Tujuannya ialah mengintegrasikan data
permintaan dan suplai jadi gambaran yang akurasinya sudah meningkat dapat
diambil tentang sifat dari proses bisnis, pasar dan konsumen akhir. Integrasi
ini sendiri memungkinkan peningkatan keunggulan kompetitif. Jadi dengan adanya
integrasi ini dalam SCM akan meningkatkan ketergantungan dan inventori minimum.
Sumber :
http://mediabelajarkoe.files.wordpress.com/2008/09/it-in-scm-by-didiek-_v-indonesia_.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar